Tony Rosyid: Jangan Ada Revolusi Lagi

    Tony Rosyid: Jangan Ada Revolusi Lagi
    Anies Baswedan, PhD

    JAKARTA - Indonesia terbelah. Ini fakta yang cukup menghawatirkan. Sebabnya cuma satu: penguasa berpihak kepada satu kelompok untuk berhadapan dengan kelompok lainnya. Kalau penguasa berada di tengah, tak ada lagi keterbelahan.

    Ini cukup membuat bangsa ini was was. Muncul trigger, ini akan jadi ledakan. Potensi ledakan sangat besar.

    Ada tiga hal yang potensial jadi trigger terjadinya ledakan. Pertama, ubah UUD 45 untuk tiga periode. Wacana tiga periode terus dicarikan celah untuk bisa direalisasikan. Terjadi penolakan masif oleh rakyat yang didukung oleh sejumlah partai yaitu PDIP, PKS dan Demokrat. Lihat kembali survei dari berbagai lembaga.

    Kedua, tunda pemilu. Gagal upayakan tiga periode, wacana tunda pemilu juga masih terus digaungkan oleh sejumlah pihak yang menjadi agen pro-status quo. Tunda pemilu pun tidak mendapatkan celah, meski tetap terus dimunculkan. Mayoitas rakyat menolaknya. 

    Ketiga, kriminalisasi Anies Baswedan agar tidak bisa nyapres 2024. Penjegalan terhadap Anies sudah berjalan lama. Terang-terangan, masif dan sistemik. Logika yang jernih akan mengkonfirmasi kebenaran ini. Bukti penjegalan terlalu banyak untuk bisa diperlihatkan. Mulai dari upaya menggagalkan program-program Anies di DKI. Ada berbagai bentuk tekanan kepada partai-partai yang telah dan akan mengusung Anies. Terakhir, menjegal Anies lewat Formula E.

    Sederhana publik menyimpulkan Formula E sebagai bagian dari upaya penjegalan Anies melalui project kriminalisasi. Di memori publik, Formula dijadikan alat kriminalisasi Anies. 

    Kenapa? Baca saja Majalah Tempo. Bagaimana tekanan kepada penyidik yang tidak menemukan alat bukti dalam kasus Formula E, dipaksa untuk mentersangkakan Anies. Beritanya jelas, terang benderang, detail dan ada aktor-aktor yang disebutkan namanya. Sulit untuk dibantah.

    Di sisi lain, kasus Rumah Sakit Sumber Waras yang menelan kerugian negara 191 M gak berlanjut.  Pembelian tanah milik Pemprov DKI di Cengkareng Jakarta Barat tahun 2015, aman dan diabaikan begitu saja. Tanah milik Pemprov DKI dibeli oleh Pemprov DKI sendiri. Harga permeter 6, 2 juta dibeli 17.5 juta. Temuan BPK, ada selisih 14, 1 juta permeter. Begitu juga dengan kasus bus Trans Jakarta yang mangkrak. Ada perlakuan yang berbeda dan bahkan timpang. Yang jelas ada unsur korupsi diabaikan, gak ada dua alat bukti dikejar-kejar.

    Tiga peristiwa di atas, yaitu tiga periode, tunda pemilu dan kriminalisasi Anies berpotensi besar menjadi ledakan jika dipaksakan. Jerami keringnya sudah ada yaitu bangsa yang terbelah, dan nampaknya ada yang sengaja merawat keterbelahan. Dan bensinnya terdedia, yaitu pihak-pihak yang tidak ingin Jokowi berkuasa sampai 2024. Mereka adalah kelompok yang tidak mendapatkan panggung di era Jokowi dan juga di pilpres 2024. Mereka menunggu ada pemantiknya. Tiga periode, tunda pemilu dan kriminalisasi Anies yang mereka tunggu. Terjadi, maka ledakan akan muncul. Di situlah revolusi berpotensi pecah. Negara akan porak poranda.

    Satu kata: harus dicegah! Jangan beri kesempatan pihak manapun untuk memantik terjadinya revolusi. Caranya? Buang jauh-jauh wacana tiga periode dan tunda pemilu. Jangan sampai ada kriminalisasi terhadap Anies yang sedang mendapat dukungan massa luar biasa besar. Jangan sampai dukungan massal ini berubah menjadi gelombang revolusi.

    Jakarta, 27 Pebruari 2023

    Tony Rosyid
    Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

    rony rosyid anies baswedan
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Tony Rosyid: Masuk Golkar, Ridwan Kamil...

    Artikel Berikutnya

    Tony Rosyid: Firli dan Revolusi

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Utopia Indonesia, Visi Indonesia Emas Namun Uang Kuliah Semakin Tak Terjangkau
    Hendri Kampai: Pemimpin Sejati Meninggalkan 'Legacy', Bukan Janji, Apalagi Hutang
    Pemerintah Indonesia Berhasil Menaikkan Pajak dan Menurunkan Subsidi, Menteri Keuangan Terbaiknya di Mana?
    Hendri Kampai: Puluhan Tahun Mengabdi, Apa yang Kalian Harapkan, Guru Honorer?
    Hendri Kampai: Mimpi tentang Guru yang Layak, Sebuah Narasi Idealis

    Ikuti Kami