OPINI - Kemarahan Prabowo nampaknya belum juga tuntas di arena debat. Di debat kedua capres, keluar dari mulut Prabowo kata-kata "menghasut, demi ambisi pribadi, dan lainnya. Tentu publik memahinya bahwa kara-kata itu ditujukan kepada personal Anies. Gak ada hubungannya dengan tema debat.
Berlatar belakang aktifis, ketua BEM, dosen dan juga rektor, Anies metesponnya dengan senyum. Bagi akademisi dan aktifis, debat sekeras apapun itu hal biasa. Makanan hari-hari. Selama itu masih berkaitan dengan materi debat, it is ok. Prabowo nampaknya off side. Bukan bicara tentang materi, tapi menyerang pribadi. Kata menghasut, demi ambisi pribadi, dan sejenisnya, tidak ada hubungannya dengan debat. Itu sangat personal.
Rupanya Prabowo pun belum juga puas. Di luar arena debat, capres yang diusung oleh Gerindra ini masih mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya. Muncul kata bodoh. Hewan saja berterima kasih, tapi ada manusia yang tidak bisa terima kasih, kata Prabowo dalam sambutannya di suatu acara. Meski tidak menyebut nama, tapi publik paham kemana arah cemoohanya itu.
Bawaslu bilang: cemoohan ini bisa dibawa ke ranah pidana. Tapi apa respon Anies ketika ditanya soal pidato Prabowo? "Matur Nuwun Pak". Artinya "Terima kasih Pak". Sesederhana itu.
Baca juga:
Tony Rosyid: Plus Minus NU Dukung Anies
|
Jawaban Anies ini menarik. Kata kasar dan emosional Prabowo direspon dengan amat tenang, santai dan santun: "Matur Nuwun Pak". Terima Kasih Pak. Dengan jawaban ini, Prabowo kalah telak. Kalah di debat, kalah di luar debat.
Bagi Anies, tidak ada gunanya menanggapi sindiran dan kata-kata kasar dari Prabowo. Pertama, itu di luar konteks debat. Debatnya sudah selesai. Serahkan kepada rakyat bagaimana rakyat menilai. Kedua, menanggapi Prabowo di luar debat tidak memberi keuntungan apa-apa. Baik bagi Anies, apalagi bagi bangsa. Yang justru akan muncul malah keriuhan. Dan ini kontra-produktif bagi proses demokrasi di Indonesia.
Baca juga:
Tony Rosyid: Tunda Pemilu dan PJ Presiden
|
Hal yang sama juga terjadi pasca debat capres pertama. Muncul dari mulut Prabowo "etik...etik...Ndasmu Etik". Kata-kata kasar ini muncul di luar debat. Belajar dari sini Anies nampaknya sadar bahwa tidak ada gunanya lagi merespon narasi Prabowo di luar debat. Kalau wartawan nanya, cukup Anies jawab dengan "Matur Nuwun Pak". Ini jauh lebih elegan, santun dan etis. Dijamin tidak menimbulkan keriuhan.
Justru dari jawaban Anies ini akan dapat menarik simpati publik. Menunjukkan Anies matang dalam berdemokrasi. Anies tidak cengeng. Anies ingin menunjukkan kepada dunia bahwa seorang pemimpin harus siap menghadapi semua situasi. Banyak masalah yang semuanya harus dihadapi dengan tenang. Dengan begitu akan lebih mudah mencarikan solusinya
Kalimat "Matur Nuwun Pak" bisa dijadikan "Narasi Nasional" bagi para pendukung Anies. Khususnya dalam merespon setiap serangan dari lawan. Baik itu serangan berupa kata-kata kasar, maupun serangan hoaxs dan negatif campaign. Cukup jawab dengan "Matur Nuwun". Terima kasih.
Anies yang selalu tempil dengan kerendahan hati dan jauh dari sikap arogansi cukup bisa diwakili oleh para pendukungnya dengan cara membiasakan menggunakan kata "Matur Nuwun" kepada lawan yang sedang menyerangnya. Jika ini menasional dan dijadikan "tradisi jawab" para pendukung Anies, efek elektoral maupun pendidikan politik bagi rakyat akan sangat bagus.
Bagaimana dengan debat capres ketiga nanti? Siapkan narasi "Matur Nuwun" ketika ada peserta debat yang mengumpat dan mencaci maki Anies. Akan sangat ber-efek kalau Anies selalu menjawab "Matur Nuwun Pak" ketika dalam debat Prabowo menyerang secara personal. Terutama serangan Prabowo di luar arena debat.
Kesan yang muncul ke publik, debat kalah ngajak berantem di luar. Sungguh tidak elok. Sikap sepertii ini yang justru menimbulkan kegaduhan di luar.
Kalau jawaban "Matur Suwun Pak" selalu digunakan Anies dalam merespon setiap serangan personal kepada dirinya, hinaan dan caci maki kepada dirinya, maka narasi "Matur Nuwun Pak" ini akan lama kelamaan diikuti secara masif oleh para pendukung Anies.
"Matur Nuwun Pak"
Semarang, 11 Januari 2024
Tony Rosyid*
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa